Hadis Hasan

1 Pengertian  Hadits Hasan
Hasan menurut bahasa artinya baik dan bagus, Sesuatu yang disenangi dan dicondongi oleh nafsu. Sedangkan secara istilah, hadits hasan  didefinisikan secara beragam oleh ahli Hadits, sebagai berikut :
1. Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani
وَخبرالأحاد بنقل عدل تام الضبط متصل السند غير معلل ولا شا  ذ
Khobar  ahad yang dinukil oleh orang yang adil, kurang sempurna  hapalannya, bersambung sanadnya, tidak cacat, dan tidak syadz.
2. Menurut Imam at-Tirmidzi
كل حديث يروى لا يكو ن فى إسنا ده من يّتّهم با لكذب ولا يكو ن
الحديث شا دّا و يروى من غير وجه نحو ذا لك
Tiap-tiap hadits yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh dusta, pada matannya tidak  terdapat keganjalan, dan hadits itu diriwayatkan tidak hanya dengan satu jalan (mempunyai banyak jalan) yang sepadan dengannya.
Definisi hadits hasan menurut at-Tirmidzi ini terlihat kurang jelas, sebab bisa jadi hadits yang perawinya tidak tertuduh dusta dan juga hadits gharib, sekalipun pada hakikatnya berstatus hasan.  Tidak dapat dirumuskan dalam definisi ini sebab dalam definisi tersebut disyariatkan tidak hanya melalui satu jalan periwayatan (mempunyai banyak jalan periwayatan). Meskipun demikian, melalui definisi ini at-Tirmidzi tidak bermaksud  menyamakan hadits hasan dengan hadits shahih, sebab justru at-Tirmidzilah yang mula-mula memunculkan istilah hadits hasan ini.

3.    Menurut At-Thibi
مسند من قرب من درجة الثقة أو مرسل ثقة وروي كلا
هما من غير وجه وسلم من شدو ذٍ ا ولا علة                                      .
Hadits musnad ( muttasil dan marfu’ ) yang sanad-sanadnya mendekati derajat tsiqah. Atau hadits mursal yang sanad-sanadnya tsiqah, tetapi pada keduanya ada perawi lain, dan hadits itu terhindar dari syadz ( kejanggalan ) dan illat (kekacauan).
Dengan kata lain hadits hasan adalah :
هو ما ا تصل سنده بنقل العدل الذى قلَّ ضبطه و خلا من الشّذوذ والعلة
Hadits hasan adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil, kurang sedikit ke-dhabit-annya, tidak ada keganjilan (syadz) dan tidak ada illat.
Atas dasar pengertian hadits hasan tersebut, maka syarat-syarat hadits hasan itu ada lima macam, yaitu:
1.    Muttasil sanadnya
2.    Rawinya adil
3.    Rawinya dhabith
Kedhabitan rawi disini tingkatannya dibawah kedhabitan rawi hadits shahih, yakni kurang sempurna kedhabitannya.
4.    Tidak temasuk hadits syadz
5.    Tidak terdapat illat (cacat)
2.2  Sebab – Sebab Timbulnya Hadits Hasan
Sebelumnya butuh kami ingatkan bahwa istilah hadits ‘hasan’ di kalangan ulama mutaqaddimin (terdahulu)  tidaklah dikenal. Di kalangan mereka, hadits hanya terbagi menjadi dua: Shahih dan dha’if. Ini dibuktikan dengan karya tulis para ulama terdahulu, dimana mereka menamakan kitabnya dengan nama Ash-Shahih, akan tetapi di dalamnya mereka menyebutkan hadits yang hasan. Misalnya Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, walaupun keduanya disifati dengan nama ‘shahih’, akan tetapi kenyataannya di dalam keduanya terdapat tidak sedikit hadits-hadits yang hasan.
Belakangan, para ulama ahli hadits mulai menyendirikan jenis hadits hasan ini dan membedakannya dari hadits shahih. Akan tetapi mereka kemudian berbeda pendapat dalam memberikan batasan dan definisinya, bahkan hingga mencapai 16 pendapat. Adanya banyak pendapat dalam definisinya ini adalah hal yang wajar, mengingat hadits hasan ini berada di antara shahih dan dha’if dan istilah ‘hasan’ ini belum dikenal di kalangan ulama mutaqaddimin . Akan tetapi walaupun demikian, tetap sebagian ulama belakangan merajihkan dan memilih satu pendapat terkuat mengenai definisi hadits hasan, dan itu yang insya Allah akan kami sebutkan di bawah.
Ketika berbicara mengenai sejarah pengklasifikasian kualitas hadits  mayoritas para ahli hadits muta’akhirin didalam kitab-kitab ilmu hadits karangan mereka berpendapat bahwa sebelum masa Imam Abu Musa At-Tirmidzi, istilah hadits hasan sebagai salah satu bagian dari pengklasifikasian kualitas hadits belum dikenal dikalangan para ulama hadits.
Pada masa itu hadits hanya diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu hadits sahih dan hadits dhaif. Adapun setelah masa beliau terjadi perkembangan dalam pengklasifiakasian hadits, pada masa ini hadits bila ditinjau dari segi kualitasnya diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu hadits  sahih, hadits hasan, dan hadits dha’if. Dan beliaulah yang pertama kali memperkenalkan hal itu. Pendapat ini disandarkan kepada pendirian imam Taqiyuddin Ibnu Taimiyah didalam kitab majmu fatawa, beliau menjelaskan:
Orang yang pertama kali memperkenalkan bahwa hadits terbagi atas pembagian sahih , hasan dan dha’if adalah abu Isa At- Tirmidzi dan pembagian ini tidak dikenal dari seorang pun pada masa-masa sebelumnya. Adapun sebelum masa at-Tirmidzi dikalangan ulama hadits pembagian tiga kualitas hadits ini tidak dikenal oleh mereka hanya membagi hadits itu menjadi sahih dan dhaif (Majmu Fatawa Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah XVII: 23 & 25).

Menurut Imam Ibnu Taimiyyah hadits daif pada masa sebelum Imam
At-Tarmidzi itu terbagi menjadi dua macam.
1. Hadits daif dengan kedaifan yang tidak terhalang untuk mengamalkannya dan dhaif ini menyerupai Hasan dalam istilah At-Tirmidzi.
2. Hadits da’if dengan kedaifan yang wajib ditinggalkan (tidak boleh diamalkan). Karena itu pada masa sebelum imam at-tirmidzi, hadits hasan dikatergorikan kedalam hadits da’if, namun dengan keda’ifan yang tidak terlalu parah hingga layak untuk diamalkan. Itulah sebabnya dikalangan para ulama ada yang berpendapat bahwa hadits da’if boleh diamalkan pada hal-hal yang tidak bersifat esensial, diataranya seperti sirah, tarikh, fadha’ilul amal dan mengamalkan hadits itu lebih mereka sukai dari pada pendapat seseorang (Ra’yu). Menurut imam ibnu Taimiyah hadits hasan yang dimaksud oleh para ulama salaf  tersebut adalah hadits yang menempati derajat hasan pada istilah tirmidzi.
Anggapan bahwa Imam At-Tirmidzi adalah orang paling pertama yang memperkenalkan istilah hadits Hasan yang diusung oleh Imam
Ibnu Taimiyyah ini, diikuti pula oleh muridnya, Al-Hafid Syamsyuddin
Muhammad bin Ahmad Adz-Dzahabi di dalam kitabnya, Al-Muqidhah fi
Ilmi Musthalah Al-Hadits dan sebagian besar ulama besar hadits.
Namun pendapat Imam Ibnu Taimiyyah ini ditolak oleh Abdul Fatah Abu Guddah pada Tahqiq-nya dalam  kitab Al-Muqidhah fi Ilmi Musthalah Al-Hadits ia berkata:
“Dan yang benar, sesungguhnya penggunaan istilah Hasan sudah ada dan dikenal sebelum masa Imam At-Tirmidzi dalam waktu yang lama”.(Al-Muqiidhah fi Ilmi Musthalah Al-Hadits, 1982: 27).
Pendapat Abdul Fatah Abu Guddah dalam mengkritisi pendapat Imam Ibnu Taimiyyah tadi, masih bisa dikatakan  berupa sebuah hipotesis yang harus dibuktikan untuk menjadi sebuah kesimpulan, dengan mencari bukti-bukti yang sekiranya layak dijadikan landasan pendapat tersebut.Dalam hal ini Ibnu Shalah  juga memberikan komentar, yang pada akhirnya bisa dijadikan sebagai sebuah landasan dan sekaligus memperkuat pendapat Abdul Fatah Abu Gudah.
Bahwa ditemukan istilah Hasan  pada beberapa tempat yang berbeda dari perbincangan sebagian guru-gurunya (Imam At-Tirmidzi) dan generasi sebelumnya seperti Ahmad bin Hanbal, Al-Bukhari, dan selain keduanya”.
2.3 Klasifikasi Hadits Hasan
1. Hadits Hasan Li Dzatihii
Hadits hasan li dzatihii adalah hadits yang memenuhi segala syarat-syarat hadits hasan, hadits hasan dengan sendirinya, karena telah memenuhi segala kriteria dan persyaratan yang ditentukan. Sebuah hadits dikategorikan sebagai hasan li dzatihi karena jalur periwayatannya, hanya melalui satu jalur periwayatan saja. Sementara hadits hasan pada umumnya, ada kemungkinan melalui jalur riwayat yang lebih dari satu. Atau didukung dengan riwayat yang lainnya. Bila hadits hasan ini jumlah jalur riwayatnya hanya satu, maka hadits hasan itu disebut dengan haditshasan li dzatihi. Tetapi jika jumlahnya banyak, maka ia akan saling menguatkan dan akan naik derajatnya menjadi hadits shahih li ghairihi.
Contoh hadits hasan lidzatihii :
Diriwayatkan oleh At-Tirmizi, dia berkata: telah bercerita kepada kami Qutaibah, telah bercerita kepada kami Ja’far bin Sulaiman Ad-Dhab’I, dari Abi Imran Al-Jauni, dari Abu Bakar bin Abu Musa Al-Asy’ari, dia berkata,” Aku telah mendengar ayahku berkata dihadapan musuh, Rasulullah bersabda, :
حدثنا قتيبة حدثنا جعفر بن سليما ن الضبعيٌّ عن ابي عمران الجو نيّ عن ابي بكر بن ابي موسى الا شعرىّ قال سمعت أبي بحضر ة العد وِّ يقول قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إنّ ابواب الجنّة تحت ظلال السيوف

“……dari Abu Bakar bin Abu Musa al-Asy’ari, (berkata), saya mendengar ayahku ketika berada dihadapan musuh berkata, Rasulullah saw. Bersabda: ‘sesungguhnya pintu-pintu surga berada dibawah bayang-bayang pedang’.”(HR. al-Tirmidzi)
Empat perawi hadits tersebut adalah tsiqoh kecuali Ja’far bin Sulaiman ad-Dhab’I, sehingga hadits ini sebagai hadits hasan.
2.     Hadits Hasan Li Gahirihi
Hadits hasan li ghairihi adalah  hadits dhaif yang bukan dikarenakan perawinya pelupa, banyak salah dan orang fasik, yang mempunyai mutabi’ dan syahid,  hadits yang dhaif dikuatkan dengan beberapa jalan, dan sebab kedhaifannya bukan karena kefasikan perawi (yang keluar dari jalan kebenaran) atau kedustaannya. Seperti satu hadits yang dalam sanadnya ada perawi yang mastur (tidak diketahui keadaannya), atau rawi yang kurang kuat hafalannya, atau rawi yang tercampur hafalannya karena tuanya, atau rawi yang pernah keliru dalam meriwayatkan, lalu dikuatkan dengan jalan lain yang sebanding dengannya, atau yang lebih kuat darinya. Hadits ini derjatnya lebih rendah dari pada hasan lidzatihii dan dapat dijadikan hujjah.
Contoh hadits hasan li ghairihi
Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Al-Turmudzi dan dia menilainya hasan, dari riwayat Syu’bah dari ‘Asim bin Ubaidillah dari Abdullah bin Amir bin Rabi’ah dari ayahnya, berbunyi sebagai berikut:
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ ، قَال سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ ، عَنْ أَبِيهِ : أَنَّ امْرَأَةً مِنْ بَنِي فَزَارَةَ تَزَوَّجَتْ عَلَى نَعْلَيْنِ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :” أَرَضِيتِ مِنْ نَفْسِكِ وَمَالِكِ بِنَعْلَيْنِ ؟” قَالَتْ : نَعَمْ . قَالَ : فَأَجَازَهُ .(رواه الترمذي)
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari jalur Syu’bah dari ‘ashim bin ‘Ubaidillah,dari Abdillah bin Amir bin Rabi’ah, dari ayahnya bahwasanya seorang perempuan dari bani Fazarah menikah dengan mahar sepasang sandal…”

2.4 Kedudukan Hadits Hasan
Hadits hasan sama seperti hadits shahih dalam pemakaiannya sebagai hujjah, walaupun kekuatannya lebih rendah dibawah hadits shahih. Hanya saja, jika terjadi pertentangan antara hadits shahih dengan hadits hasan, maka harus mendahulukan hadits shahih, karena tingkat kualitas hadits hasan berada dibawah hadits shahih. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari dimensi kesempurnaan kedhabitan rawi-rawi hadits hasan, yang tidak seoptimal kesempurnaan kedhabithan rawi-rawi hadits shahih.
Kebanyakan ulama ahli hadits dan fuqoha bersepakat untuk menggunakan hadits shahih dan hadits hasan sebagai hujjah. Disamping itu, ada ulama yang mensyaratkan bahwa hadits hasan dapat digunakan sebagai hujjah,  bilamana memenuhi sifat-sifat yang diterima. Pendapat terakhir ini memerlukan peninjauan yang seksama. Sebab, sifat-sifat yang dapat diterima itu ada yang tinggi, menengah dan rendah. Hadits yang sifat dapat diterimanya tinggi dan menengah adalah hadits shahih, sedangkan hadits yang sifat dapat diterimanya rendah adalah hadits hasan.
Hadits-hadits yang mempunyai sifat dapat diterima sebagai hujjah disebut hadits maqbul, dan hadits yang tidak mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima disebut hadits mardud.
yang termasuk hadits maqbul adalah:
1. Hadits shahih, baik shahih li dzatihi maupun shahih li ghairihi
2. Hadits hasan, baik hasan li dzatihi maupun hasan li ghairihi
Yang termasuk hadits mardud  adalah segala macam hadits dhaif. Hadits mardud tidak dapat diterima sebagai hujjah karena terdapat sifat-sifat tercela pada rawi-rawinya atau pada sanadnya.
Ringkasnya, hadits yang dapat diterima sebagai hujjah atau dalam istimbath [konklusi] hukum hanyalah hadits shahih dan hasan. Hadits dhaif tidak dapat digunakan baik sebagai hujjah maupun istimbath hukum.

2.5 Kitab-kitab yang mengandung Hadits hasan
Para ulama belum menyusun kitab khusus tentang hadits-hadits hasan secara terpisah sebagaimana mereka melakukannya dalam hadits shahih, tetapi hadits hasan banyak kita dapatkan pada sebagian kitab, diantaranya:
1. Jami’ At-Tirmidzi, dikenal dengan Sunan At-Tirmidzi, merupakan sumber untuk mengetahui hadits hasan.
2. Sunan Abi Dawud.
3. Sunan Ad-Daruqutni.

Sumber : http://trimuerisandes.blogspot.co.id/2014/11/pengertian-hadits-hasan.html

Tinggalkan komentar